Minggu, 06 Februari 2011

Model Pembelajaran CLIS

Model CLIS dikemukakan oleh Driver di Inggris. Children’s Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences dalam bahasa Indonesia ditulis sains atau Ilmu Pengetahuan Alam, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah (Rohadi, 2001). Conant dalam Subiyanto (1990), mendefinisikan
sains sebagai bangunan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi. Sedangkan menurut Fisher dalam Riyanto (2000), sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi, dengan adanya konsep-konsep baru tersebut kemudian akan mendorong dilakukannya eksperimen.
Berdasarkan definisi sains dapat diketahui bahwa ada dua aspek yang penting dari sains yaitu proses sains dan produk sains. Proses sains adalah metode, prosedur dan cara-cara untuk menyelidiki dan memecahkan masalah-masalah sains. Sedangkan produk sains adalah hasil dari proses berupa fakta, prinsip, konsep dan hukum sains (Claxton, 1991 dalam Riyanto, 2000). Unsur Sains meliputi proses, sikap dan produk, maka pembelajaran sains hendaknya dapat melibatkan siswa dengan ketiga unsur tersebut. Artinya tidak menekankan pada salah satu unsur dan mengabaikan unsur lain, melalui keterlibatan ini siswa diharapkan memiliki sikap ilmiah (jujur, teliti, ulet, tekun dan disiplin).
Nash menyatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu. Menurut Enstein dalam Nash IPA merupakan suatu cara atau metode berpikir. Selanjutnya, JD Bernal mengungkapkan bahwa IPA tidak hanya dapat dipandang sebagai kumpulan pengetahuan tetapi juga dapat dipandang sebagai suatu metode. Ia menyatakan bahwa IPA dapat dipandang sebagai (1) institusi, (2) metode, (3) kumpulan pengetahuan, (4) suatu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi, (5) salah satu faktor penting yang mempengaruhi sikap dan pandangan manusia terhadap alam. Khusus IPA sebagai metode, Bernal menjelaskan bahwa dalam hal ini terlibat upaya berupa observasi, eksperimen penggunaan alat dan berbagai perhitungan matematik (Rohadi, 2001).
Para ilmuan pada umumnya berpandangan bahwa sains sebagai suatu bentuk metoda yang berpusat kepada pembuktian suatu hipotesa. Sebagian besar para filosof menyatakan bahwasannya sains dipandang sebagai jalan untuk mendapatkan kebenaran dari apa yang diketahui. Dari pandangan ini dapat dinyatakan bahwa sains adalah suatu bentuk cara berfikir untuk memahami gejala alam, sebagai suatu cara penyelidikan tentang kejadian alam, dan sebagai batang tubuh keilmuan yang diperoleh dari suatu penyelidikan (Supriyadi, 2003).
Carin & Sund dalam Rohadi (2001) menganggap bahwa IPA merupakan suatu system of knowing atau sistem untuk mengetahui alam dan IPA dianggap suatu kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh. Selanjutnya, Rohadi (2001) menyimpulkan bahwa : 1) IPA dapat dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Untuk ini diperlukan suatu tata cara tertentu yang sifatnya analitis, cermat, lengkap serta menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu sudut pandang yang baru tentang objek yang diamatinya, 2) IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Produk ini berupa prinsip-prinsip, teori-teori, hukum-hukum, konsep-konsep maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu ditujukan untuk menjelaskan tentang berbagai gejala alam, 3) IPA dapat dipandang sebagai faktor yang dapat mengubah sikap dan pandangan manusia terhadap alam semesta, dari sudut pandang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah.
Model CLIS dikembangkan oleh kelompok Children’s Learning In Science di Inggris yang dipimpin oleh Driver (1988) (Tyler) dalam Hidayat (2004). Model ini dikembangkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Orientasi
Merupakan upaya guru untuk memusatkan perhatian siswa, misalkan dengan menyebutkan atau mempertontonkan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan topik yang dipelajari.
Pemunculan gagasan
Merupakan suatu upaya untuk memunculkan konsepsi awal siswa. Misalnya dengan cara meminta siswa menuliskan apa saja yang telah diketahui tentang topik pembicaraan atau dengan menjawab beberapa pertanyaan esai terbuka.
Konstruksi gagasan baru dan evaluasi
Untuk mengevaluasi gagasan yang sesuai dengan fenomena yang dipelajari guna mengkonstruksi gagasan baru, siswa diberi kesempatan melakukan percobaan dan observasi kemudian mendiskusikannya dengan kelompok.
Penerapan gagasan
Siswa diminta menjawab pertanyaan yang disusun untuk menerapkan konsep ilmiah yang telah dikembangkan siswa melalui percobaan (pada langkah 3) ke dalam situasi baru. Gagasan yang sudah direkonstruksi ini dalam aplikasinya dapat untuk menganalisis isu-isu dan memecahkan masalah yang ada dilingkungan.
Kaji ulang perubahan gagasan
Konsepsi yang telah diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru guna memperkuat konsep ilmiah tersebut. Dengan demikian diharapkan siswa yang konsep awalnya tidak konsisten dengan konsep ilmiah yang disusun dengan sadar merubah konsep awal yang dimilikinya menjadi konsep ilmiah yang disusun pada konsep awal pada langkah 2.
sumber : http://fisika21.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar

TV Online

Sumber: http://www.adasains.blogspot.com/2011/10/kumpulan-script-untuk-memasang-tv.html#ixzz1FK83ANXF

Radio online

Streaming Provider By : KlikHost.com

 
Powered by Blogger